INFONASIONAL.com | Pemerintahan - Wajah Indonesia 2024-2029 mulai terang. Meski bagi sebagian orang, terang itu belum benderang. Kabut masih menyelimuti. Kekuasaan eksekutif akan dipegang Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang didukung partai dalam Koalisi Indonesia Maju, yang diperkirakan akan unggul tipis di parlemen. Hanya posisi Ketua DPR secara teoritik akan dipegang partai pemenang pemilu, yakni PDI Perjuangan, jika tak ada manuver politik lain untuk mengubah undang-undang. PDI Perjuangan akan “ditinggal” mitra koalisnya PPP, yang menurut hitungan KPU tak lolos ke Senayan. Namun, semuanya tergantung pada Mahkamah Konstitusi dan dinamika politik di parlemen. PPP mempersoalkan hasil KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rabu malam, 20 Maret 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara terbanyak 96.214.691 suara (58,59 persen). Adapun pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 40.971.906 suara (24,95 persen). Sedang pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD meraih 27.040.878 suara (16,47 persen).

Jelang tengah malam, calon Presiden Prabowo Subianto menggelar jumpa pers di kediamannya bersama dengan sejumlah ketua umum partai politik pendukung. Dalam jumpa pers yang tidak dihadiri calon wapres Gibran Rakabuming Raka, Prabowo mengajak masyarakat kembali bersatu dan bersama-sama menatap masa depan. Pada saat hampir bersamaan, Ketua Umum Surya Paloh menyampaikan sikap partai Nasdem untuk menerima hasil Pemilu 2024. Hasil rekapitulasi berjenjang KPU, mirip dengan hasil hitung cepat, termasuk yang dilakukan Litbang Kompas. Namun, bangsa ini harus tetap sabar menunggu proses politik berikutnya. Masih ada ruang untuk mengajukan sengketa hasil Pemilu 14 Februari 2024 ke Mahkamah Konstitusi. Pasangan Anies-Muhaimin dan pasangan Ganjar-Mahfud memastikan akan membawa sengketa hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi. MK adalah jalur konstitusional yang disediakan konstitusi. Meskipun Nasdem melalui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, beberapa jam setelah KPU mengumumkan hasil, sudah menyatakan menerima hasil pemilu 2024. Namun, langkah menggugat sengketa Pemilu ke MK adalah hak pasangan calon, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Di tengah seruan kampus, Nasdem menyatakan menerima hasil pemilu 2024. Itu adalah pilihan politik Partai Nasdem.

Namun rasanya, kesabaran dan kearifan tetap dibutuhkan dalam situasi sosial-politik yang relatif sensitif seperti sekarang ini. Sebagian kampus masih bergemuruh. Seruan penyelamatan demokrasi terus digaungkan. Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Prof Dr Fathul Wahid berseru lantang.

“Mereka kuasai wasit, ubah aturan hukum, tekan pesaing politik, mobilisasi sumber daya negara untuk kemenangan politik elektoral. Pemilu yang disertai politik uang yang telah merusak tatanan nilai dan moral masyarakat kita menyempurnakan tragedi kematian demokrasi Indonesia.”, 14 Maret 2024.

Fathul dalam salah satu wawancara menyuarakan civil disobidience (pembangkangan sipil). Civitas akademi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Bahkan, dalam unjuk keprihatinan terakhir hadir Wakil Rektor UGM Arie Sudjito. Arie mengatakan, demokrasi sedang terancam.

“Dan kita harus mengingatkannya,” kata Arie.

Keprihatinan juga dilakukan elemen dosen Universitas Indonesia yang dimotori Prof Dr Sulistyowati Irianto, Prof Dr Harkristuti Harkrinowo. Dalam The New York Review of Books, edisi 4 April 2024, Margaret Scott saat meninjau buku karya Marcus Mietzner, menulis “Indonesia’s Corrupted Democracy.” Kritik terhadap demokrasi terus disuarakan di Tanah Air. Sukidi, pemikir kebhinekaan lulusan Harvard University, dalam esainya di Kompas, 21 Maret 2024, menulis “demokrasi sedang berada di titik nadir. Kita disadarkan ketika kerusakan demokrasi hampir sempurna.

WAJAH Indonesia 2024-2029 mulai terang. Meski bagi sebagian orang, terang itu belum benderang. Kabut masih menyelimuti. Kekuasaan eksekutif akan dipegang Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang didukung partai dalam Koalisi Indonesia Maju, yang diperkirakan akan unggul tipis di parlemen. Hanya posisi Ketua DPR secara teoritik akan dipegang partai pemenang pemilu, yakni PDI Perjuangan, jika tak ada manuver politik lain untuk mengubah undang-undang. PDI Perjuangan akan “ditinggal” mitra koalisnya PPP, yang menurut hitungan KPU tak lolos ke Senayan. Namun, semuanya tergantung pada Mahkamah Konstitusi dan dinamika politik di parlemen. PPP mempersoalkan hasil KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rabu malam, 20 Maret 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara terbanyak 96.214.691 suara (58,59 persen). Adapun pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 40.971.906 suara (24,95 persen). Sedang pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD meraih 27.040.878 suara (16,47 persen). Jelang tengah malam, calon Presiden Prabowo Subianto menggelar jumpa pers di kediamannya bersama dengan sejumlah ketua umum partai politik pendukung. Dalam jumpa pers yang tidak dihadiri calon wapres Gibran Rakabuming Raka, Prabowo mengajak masyarakat kembali bersatu dan bersama-sama menatap masa depan.

Pada saat hampir bersamaan, Ketua Umum Surya Paloh menyampaikan sikap partai Nasdem untuk menerima hasil Pemilu 2024. Hasil rekapitulasi berjenjang KPU, mirip dengan hasil hitung cepat, termasuk yang dilakukan Litbang Kompas. Namun, bangsa ini harus tetap sabar menunggu proses politik berikutnya. Masih ada ruang untuk mengajukan sengketa hasil Pemilu 14 Februari 2024 ke Mahkamah Konstitusi. Pasangan Anies-Muhaimin dan pasangan Ganjar-Mahfud memastikan akan membawa sengketa hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi. MK adalah jalur konstitusional yang disediakan konstitusi. Meskipun Nasdem melalui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, beberapa jam setelah KPU mengumumkan hasil, sudah menyatakan menerima hasil pemilu 2024. Namun, langkah menggugat sengketa Pemilu ke MK adalah hak pasangan calon, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Di tengah seruan kampus, Nasdem menyatakan menerima hasil pemilu 2024. Itu adalah pilihan politik Partai Nasdem. Namun rasanya, kesabaran dan kearifan tetap dibutuhkan dalam situasi sosial-politik yang relatif sensitif seperti sekarang ini. Sebagian kampus masih bergemuruh. Seruan penyelamatan demokrasi terus digaungkan. Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Prof Dr Fathul Wahid berseru lantang.

“Mereka kuasai wasit, ubah aturan hukum, tekan pesaing politik, mobilisasi sumber daya negara untuk kemenangan politik elektoral. Pemilu yang disertai politik uang yang telah merusak tatanan nilai dan moral masyarakat kita menyempurnakan tragedi kematian demokrasi Indonesia.”, 14 Maret 2024.

Fathul dalam salah satu wawancara menyuarakan civil disobidience (pembangkangan sipil). Civitas akademi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Bahkan, dalam unjuk keprihatinan terakhir hadir Wakil Rektor UGM Arie Sudjito. Arie mengatakan, demokrasi sedang terancam.

“Dan kita harus mengingatkannya,” kata Arie.

Keprihatinan juga dilakukan elemen dosen Universitas Indonesia yang dimotori Prof Dr Sulistyowati Irianto, Prof Dr Harkristuti Harkrinowo. Dalam The New York Review of Books, edisi 4 April 2024, Margaret Scott saat meninjau buku karya Marcus Mietzner, menulis “Indonesia’s Corrupted Democracy.” Kritik terhadap demokrasi terus disuarakan di Tanah Air. Sukidi, pemikir kebhinekaan lulusan Harvard University, dalam esainya di Kompas, 21 Maret 2024, menulis “demokrasi sedang berada di titik nadir. Kita disadarkan ketika kerusakan demokrasi hampir sempurna.

Dalam jangka pendek, soal pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Nusantara. Siapa yang akan menandantangani keputusan presiden pemindahan Ibu Kota. Apakah Presiden Jokowi yang masih akan menjabat sampai 20 Oktober 2024 atau Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024? Isu pemindahan Ibu Kota bisa saja tidak berjalan mulus karena sudah mulai ada lembaga negara dikecualikan untuk dipindahkan lebih dahulu. Bahkan, mulai ada suara Jakarta akan menjadi Ibu Kota kekuasaaan legislatif. Dan, Nusantara akan menjadi Ibu Kota kekuasaan eksekutif. Sejak MK memutuskan sengketa Pemilu dengan batas akhir 23 April 2024, akan ada dua matahari kembali. Presiden Jokowi akan menjabat sebagai Presiden sampai 20 Oktober 2024. Prabowo Subianto akan menjadi presiden terpilih sejak MK menetapkan dan baru akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Masa transisi perlu dikelola dengan kehati-hatian dan kearifan politik. Setelah 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto akan memegang penuh kekuasaan sebagai Presiden, sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Dan, Presiden Jokowi secara teoritik akan kehilangan kendali atas jalannya pemerintahan. Meski ada usulan agar Presiden Jokowi diberi peran dalam pemerintahan atau diusulkan sebagai ketua koalisi besar. Itu tidak mudah diwujudkan.

Hal kedua soal persiapan pelaksanaan Pilkada pada November 2024 atau sebulan setelah Prabowo Subianto menjadi Presiden. Persiapannya sudah harus segera dilakukan setelah hasil pemilu legislatif disahkan Komisi Pemilihan Umum dan dilantik 1 Oktober 2024. Hasil pemilu legislatif akan menentukan pencalonan kepala daerah di pilkada November 2024. Pilkada akan dilaksanakan dalam kendali penuh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, termasuk kabinetnya. Hal di depan mata lainnya adalah pemilihan komisioner KPK yang akan berakhir Desember 2024. Meski KPK secara kelembagaan sedang diterpa banyak masalah, lembaga ini tetap strategis untuk pemberantasan korupsi. Panitia seleksi harus dibentuk pemerintahan Presiden Jokowi untuk menyeleksi calon pimpinan KPK. Dari hasil panitia seleksi akan dilaporkan kepada Presiden Jokowi untuk diserahkan kepada DPR. Apakah DPR 2019-2024 atau DPR 2024-2029, sangat tergantung pada kesepakatan politik. Pimpinan KPK bakal dilantik Presiden Prabowo Subianto atau Presiden Jokowi. Transisi kekuasaan pada periode pendek perlu dipikirkan.

Bahkan, untuk jangka menengah dan jangka panjang. Sebut saja program makan siang gratis yang membutuhkan dana besar harus disiapkan ABPN atau sumber dana lainnya. Gagasan untuk mendesain ulang sistem politik dan sistem pemilu dengan mempertimbangkan kenyataan dalam pelaksanaan pemilu 2024. Problematika dalam pemilu 2024 harus dikoreksi agar tak menjadikan industri demokrasi menjadi industri korupsi. Sistem pemilu perlu ditata-ulang agar tidak menempatkan uang sebagai segala-galanya untuk membeli Indonesia. Penggunaan hak angket adalah salah satu cara untuk membedah berbagai prasangka dan kecurigaan yang ada. Angket bukan untuk menjatuhkan pemerintahan, tapi untuk menjawab berbagai prasangka kecurigaan permainan politik di bawah. Angket harus dijadikan pembelajaran sekaligus jawaban agar tidak terjadi lagi normalisasi penyimpangan di masa mendatang. MK dan angket bisa digunakan untuk melegitimasi hasil Pemilu 2024.