INFONASIONAL.com | Budaya - Kerajaan Malaka berdiri dari sekitar tahun 1400 hingga 1511, dengan ibu kota di Malaka, Malaysia. Letak geografis Kerajaan Malaka berada di dekat Selat Malaka, yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional. Berkat letaknya yang strategis, Kerajaan Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara. Sayangnya, ketika Kerajaan Malaka mengalami masa kejayaan, datang bangsa Portugis yang ingin memonopoli perdagangan di Selat Malaka. Serangan bangsa Portugis efektif membawa keruntuhan Kerajaan Malaka pada tahun 1511. Selama sekitar satu abad berdiri, berikut ini kondisi sosial dan politik Kerajaan Malaka.


Kondisi politik Kerajaan Malaka

Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara, seorang pangeran Hindu keturunan Palembang. Parameswara baru masuk Islam pada tahun 1414, dan setelah itu memerintah dengan gelar Sultan Iskandar Syah. Sistem pemerintahan di Kerajaan Malaka adalah monarki, di mana otoritas tertinggi berada di tangan sultan. Sultan Iskandar Syah menikahi seorang putri dari Kerajaan Samudera Pasai di Aceh.

Langkah ini merupakan perkawinan politik agar ia dapat menjadi penguasa tunggal jalur perdagangan di Selat Malaka. Penguasaan atas Selat Malaka membuat banyak pedagang Muslim dari Arab, Persia, India, dan Nusantara, berdatangan ke Malaka. Kerajaan Malaka pun dapat mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Mansyur Syah (1459-1477). Pada masa pemerintahannya, Malaka menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.


Sultan Mansyur Syah juga melanjutkan ambisi pendahulunya dengan memperluas wilayah kekuasaanya. Di bawah kekuasannya, Malaka berhasil menaklukkan Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera. Kehidupan politik Kerajaan Malaka mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Syah (1477-1488). Pasalnya, banyak daerah taklukan kerajaan yang melepaskan diri dan pemberontakan banyak terjadi di wilayah bawahan Malaka. Kerajaan Malaka semakin melemah pada saat Sultan Mahmud Syah (1488-1511) memerintah. Pada masanya, daerah kekuasaan Malaka hanya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya. Kerajaan Malaka benar-benar runtuh ketika diserang bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque.


Kondisi sosial Kerajaan Malaka

Kehidupan masyarakat Kerajaan Malaka diatur dalam sistem perundang-undangan yang baik. Karena raja Malaka beragama Islam, Islam menjadi agama resmi kerajaan, yang tentunya berpengaruh terhadap peraturan dan kebudayaan masyarakatnya. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Kesultanan Malaka adalah kerajaan maritim yang mengandalkan perekonomian dari perdagangan. Masyarakat Malaka dapat disebut sebagai masyarakat maritim, karena banyak yang berprofesi sebagai pedagang dan nelayan. Sebagai masyarakat yang hidup dalam dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangat terbatas alias jauh berbeda dengan masyarakat agraris yang biasanya bertemu setiap hari.