INFONASIONAL.com | Kesehatan  - Kasus pneumonia misterius kembali dilaporkan di China. Para staf medis setempat belum bisa memastikan pemicu belakangan anak-anak di China mengeluhkan gejala mirip pneumonia, beberapa antrean di RS tidak bisa dihindari.
Otoritas China menyimpulkan temuan awal dengan peningkatan kasus influenza. Namun, tidak sedikit yang kemudian khawatir kemunculan laporan tersebut bisa berkaitan dengan pandemi baru. Sebab, November 2019 lalu, Wuhan juga melaporkan pneumonia misterius yang kemudian menjadi pandemi COVID-19.

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, menyebut laporan ini memang perlu ditanggapi dengan serius meskipun gejala infeksi yang dilaporkan pada anak terbilang ringan hingga sedang.

"Kalau belum bisa ditemukan penyebabnya, ini serius, mungkin ini adalah bakteri atau virus baru, atau adanya satu kondisi bakteri yang resisten, tapi kondisi undiagnosed, tidak terdiagnosanya pneumonia, ini tanda kewaspadaan," beber dia saat dihubungi detikcom Kamis (23/11/2023).

Perlu ada pengiriman sampel dari pasien yang kemudian dianalisis untuk melihat kemungkinan pasti pemicu pneumonia misterius. Pemerintah China dinilai Dicky harus terus terbuka dengan beragam informasi.

Namun, informasi tersebut tidak lantas ditanggapi dengan kepanikan.

"Jangan juga menjadi bentuk kepanikan, karena kita masih harus menyikapinya dengan hati-hati, di belahan dunia sana, utara khususnya, sedang musim dingin. Artinya potensi meningkatnya infeksi saluran pernapasan sangat tinggi jelang periode musim dingin,"

"Sama seperti jelang kemunculan COVID-19 itu juga di November, Desember, kondisi ini juga memicu peningkatan kasus saluran napas seperti ini," sorotnya.

RI Perlu Perketat Pintu Masuk?

Indonesia disebut Dicky tidak perlu menutup secara penuh pintu masuk warga negara asing atau kedatangan dari China. Surveilans diperketat hingga pemantauan pada pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) merupakan cara yang cukup efektif untuk menekan kemungkinan penularan meluas ke Tanah Air.

Masyarakat juga diimbau sementara waktu menunda bepergian ke wilayah dengan risiko tinggi wabah.

"Yang penting menjadi perhatian, di sistem skrining di pintu masuk negara, dalam konteks suhu, pemantauan suhu tubuh, menjadi satu alat menyisir kasus-kasus yang dicurigai. Kita tidak harus menutup pintu dengan China," sebutnya.

"PPLN yang ke China dengan wilayah yang mengalami seperti ini, misalnya Beijing dan beberapa provinsi, untuk melakukan preaution, kehati-hatian, selalu memakai masker prinsip 5M-nya dipakai," pesan dia.

Mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dicky menjelaskan para ahli masih mempelajari pola penyebaran pnemonia yang penyebabnya tidak diketahi tersebut. Satu hal yang dipastikan, risiko pandemi selanjutnya memang tidak bisa dihindari.

Namun, jika melihat pemantauan awal dari kemunculan kasus pneumonia misterius kali ini, dibandingkan November 2019, ada kabar baik yang bisa dilihat.

"Potensinya masih 50:50 (menjadi pandemi) walaupun harapannya tentu tidak ya, tapi kabar baiknya adalah ini tidaklah separah seperti kasus Wuhan pertama, tidak ada kematian, kasusnya mild pada anak-anak,

"Iya anak-anak memang paling rentan, beda dengan kasus Wuhan, itu pertama menginfeksi semua kelompok usia, jadi bukan hanya kelompok-kelompok tertentu artinya jelas sekali kebaruannya," pungkas dia.