INFONASIONAL.com | Kesehatan - Media sosial telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Meski kehadiran media sosial berdampak positif dalam hal kemudahan komunikasi, tetapi pengelolaan informasi yang buruk bisa mendatangkan dampak negatif bagi individu. Salah satunya adalah timbul perasaan rendah diri karena membandingkan diri dengan orang lain yang tampak lebih bahagia dan sukses di media sosial. Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa, Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, Sp.KJ (K), beberapa faktor tersebut dapat memicu perasaan rendah diri hingga tidak puas dengan apa yang dimiliki.

"Bagi yang bisa menerima mungkin tidak masalah, tetapi kekeliruan menerima dan memproses pesan dari media sosial bisa memicu tekanan tersendiri," jelas dokter Tjhin, di acara deklarasi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa di Jakarta (14/11/2023).

Untuk menghindari efek buruk media sosial bagi kesehatan mental, Prof. Tjhin mengimbau agar setiap generasi muda mampu mengelola informasi dengan baik. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan:

Menyadari setiap orang memiliki keunikan masing-masing Konten-konten kemewahan, kesuksesan atau hal lainnya yang selalu muncul di media sosial sebaiknya tidak perlu ditelan mentah-mentah. Pahamilah kalau setiap orang itu memiliki keunikan masing-masing.

"Buat yang menerima tentu harus bisa belajar untuk menyadari, dan mengerti kalau setiap orang memiliki keunikan tersendiri, keunikan secara personal."

"Itu semua tidak bisa dirujuk buat diri kita yang melihat konten tersebut sehingga jangan menggeneralisasikan pengalaman orang lain menjadi pengalaman diri sendiri," paparnya.


Hindari membanding-bandingkan Media sosial seringkali menjadi "panggung" yang banyak memunculkan momen-momen kesenangan, kesuksesan dan banyak hal positif lainnya.

Ingatlah, apa yang terjadi atau diunggah di media sosial mungkin saja tidak selalu mencerminkan kehidupan orang lain. Prof. Tjhin menyebut, satu hal yang bisa memperkeruh situasi adalah kebiasaan membanding-bandingkan pengalaman orang lain yang dibagikan di media sosial.

"Membandingkan pengalaman hanya membuat kita semakin terpuruk, kok dia bisa begini, dia bisa begitu, kok saya begini."

"Jangan pernah membanding-bandingkan, kenapa? Karena setiap orang punya pengalaman tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan pengalaman kita. Membandingkan pengalaman saja sudah merujuk pada personifikasi, merujuk kepada diri kita dan itu bermasalah," paparnya.

Evaluasi diri dan sesuaikan dengan kondisi Paparan terus-menerus terhadap berita dan informasi yang bermuatan negatif di media sosial dapat meningkatkan tingkat kecemasan, rasa bersalah, hingga depresi. Misalnya pemberitaan terkait perang, yang mungkin bisa memicu masalah seperti timbulnya perasaan bersalah karena merasa tidak bisa membantu apa-apa. Bagi orang yang tidak mampu mengevaluasi diri dan menyesuaikan dengan kondisi, hal itu bisa menimbulkan perasaan tidak berdaya bahkan kecenderungan menyalahkan diri sendiri.


"Kita melihat penderitaan orang lain tapi tidak bisa ngapa-ngapain dan ini bisa menjadi triggernya."

"Karena dilihatnya sudah banyak penderitaan, lalu merasa i'm nothing, padahal kita bisa melakukan banyak hal," jelas Prof Tjhin.

Lebih lanjut, Prof Tjhin mengimbau kita agar dapat menyesuaikan diri sesuai kebutuhan, situasi atau kondisi yang kita jalani.

"Coba kurangi rasa bersalahnya dan kita tetap bisa kok melakukan hal baik untuk membuat aksi damai untuk yang terdampak perang, berbagi kabar positif, dan lain sebagainya," ucap Prof Tjhin.