INFONASIONAL.com | Ekonomi - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara resmi menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 sebesar 3,6% atau Rp 165.583. Artinya para pekerja di Jakarta minimal berhak mendapat gaji sebesar Rp 5.067.381 per bulan, dari sebelumnya sebelumnya Rp 4.901.798?


Namun di sisi lain, buruh menolak kenaikan UMP sebesar Rp 165.583 karena dinilai tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lantas yang menjadi pertanyaan saat ini, sebenarnya berapa besaran gaji yang diperlukan untuk bisa hidup layak di Jakarta?

Perencana keuangan Eko Endarto mengungkapkan untuk besaran gaji sesuai UMP 2024 seharusnya sudah cukup untuk hidup layak di Jakarta. Sebab besaran UMP sendiri dihitung untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"UMP sekarang cukup layak kok, karena Jakarta punya banyak alternatif dari paling murah sampai paling mahal. Tinggal kita pintar-pintar pilih alokasi penggunaan dana," kata Eko, Rabu (22/11/2023).

Dengan begitu masyarakat setidaknya harus punya gaji Rp 5,06 juta untuk bisa hidup layak di Ibu Kota saat ini. Namun pada akhirnya Eko tidak bisa mengelak bila cukup-tidak cukupnya besaran gaji yang diterima sangat bergantung pada bagaimana cara mereka mengeluarkan uang tersebut.

"Cukup nggak cukup bukan berdasarkan berapa yang masuk ya, tapi bagaimana kita mengeluarkan yang masuk tadi atau bagaimana cara kita mengeluarkannya," ungkap Eko.

"Jadi kalau besar (gaji) Rp 5 juta apakah cukup, tergantung orangnya. Balik lagi kalau uang dikeluarkannya benar ya cukup, ketika dia mengeluarkan nggak benar ya nggak akan cukup," tambahnya.

Terlebih lagi saat ini ia melihat gaya hidup masyarakat di ibu kota yang sering kali bersifat konsumtif cenderung boros, seperti kerap nongkrong di kafe atau membeli barang-barang yang sedang tren, hingga ikutan war tiket konser dan lain sebagainya.

Bila demikian, tentu besaran gaji UMP yang diterimanya tidak akan pernah terasa cukup untuk hidup layak di Jakarta. Sebaliknya menurut Eko gaya hiduplah yang harus menyesuaikan pendapatan dan bukan sebaliknya.

"Kalau mengikuti gaya hidup nggak pernah cukup ya, apa lagi mengikuti gaya hidup orang lain dia harus menyamakan diri dengan orang lain pasti nggak akan pernah cukup. Sehingga bukan mengikuti gaya hidup, tapi gaya hidup dia harus mengikuti penghasilan yang diterima. Jadi bukan kebalikannya," ujar Eko.

"Berarti gaya hidup penghasilan Rp 15 juta akan berbeda dengan gaya hidup penghasilan yang Rp 5 juta. Misalkan kelas kafe-nya (tempat nongkrong), alokasi infestasinya, apa yang digunakan untuk utang, itu pasti beda-beda," pungkasnya.