INFONASIONAL.COM | Hukum - Selama lima bulan, mulai September 2023 hingga Januari 2024, pria berinisial SM mendapat teror order fiktif dari mantan kekasihnya, NMS (22). SM mendapat order fiktif antara lain berupa motor, material, barang elektronik, dan mebel. Tak cuma barang, SM juga dikirimi jasa sedot WC maupun jasa angkutan. Total, pelaku mengirim sebanyak 400 order fiktif berupa barang dan 200 kendaraan jasa angkut. Barang-barang itu dikirim ke rumah SM di Desa Karangayu, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah (Jateng), maupun ke tempat kerja SM di Kecamatan Patebon, Kendal. Karena mengalami gangguan itu, SM melaporkan NMS ke polisi.

Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Kendal Kompol Edy Sutrisno mengatakan, SM mendapat kiriman barang yang mana dirinya merasa tidak memesannya. Namun, dalam data pemesanan, pemesan menggunakan KTP SM. Orderan-orderan fiktif itu datang setiap hari ke alamat pelapor. Edy menuturkan, SM melaporkan NMS ke Polres Kendal karena menyalahgunakan data dirinya.

“Tersangka merasa sakit hati kepada pelapor karena batal menikah, kemudian untuk membalas sakit hatinya tersebut, tersangka memakai data diri berupa foto KTP pelapor untuk melakukan order fiktif,” ujarnya, Senin (29/1/2024).

Pengakuan Pelaku Order Fiktif

Sementara itu, menurut pengakuan NMS, dirinya melakukan order fiktif karena SM membatalkan pernikahan. Padahal, kata NMS, dirinya sudah bertunangan dengan SM. Sesuai rencana, pernikahan dilakukan pada Oktober 2023. Merasa dendam dengan SM, perempuan asal Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jateng, itu "menghadiahi" sang mantan dengan orderan fiktif.

“Saya sakit hati karena SM telah mengambil kesucian saya, bahkan ketika saya sakit, saya tetap diminta untuk melayaninya. Dan ketika saya menolak, SM marah,” ucapnya.

Menurut NMS, SM memutuskannya tanpa ada omongan. Mereka telah menjalin hubungan selama tiga tahun.

"Semua sosmed saya diblokir, jadi saya mengirimkan orderan fiktif agar dia merasa resah sama seperti perasaan saya,” ungkapnya.

Atas perbuatannya, NMS menyampaikan permintaan maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikannya. “Saya minta maaf kepada keluarga SM dan warga Cepiring serta yang lainnya,” tuturnya.

Polisi menjerat perbuatan NMS dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ia terancam hukuman 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar.